Pada tanggal 1 November 2024, Hotel De Paviljoen Bandung menjadi saksi pentingnya upaya dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang inklusif melalui kegiatan Focus Group Discussion (FGD) yang diadakan oleh Satuan Pengembangan Pembelajaran (SPP) di Institut Teknologi Nasional (Itenas). Kegiatan ini didanai oleh Bantuan Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Ditjen Belmawa) untuk mendukung Pembentukan Unit Layanan Disabilitas (ULD) di Perguruan Tinggi tahun 2024. Penanggung jawab kegiatan ini adalah Kepala SPP: Rosa Karnita, M.Sn., Ph.D., yang juga sebagai Ketua Pelaksana Banper ULD, disertai perwakilan unit-unit di Itenas yang terdiri dari perwakilan UPPS (fakultas), Biro Kemahasiswaaan, Satgas PPKS, UPT TIK, dan UPT Perpustakaan.
FGD kali ini mengusung tema “Support System Unit Layanan Disabilitas (ULD) Itenas dan Penyusunan Program Kerja ULD Itenas 2025.” yang difasilitasi oleh narasumber dari PT Prakarsa Daya Motekar. Acara ini berlangsung dari pukul 08.00 hingga 17.00 dan bertujuan untuk membahas berbagai kebutuhan sarana fisik dan non fisik, aksesibilitas untuk disabilitas, dan alur konseling serta rencana kerja Unit Layanan Disabilitas untuk tahun 2025. Hasil diskusi yang komprehensif dan konstruktif ini ditindaklanjuti ke tahap pimpinan untuk memperoleh kebijakan agar ULD Itenas dapat segera menjalankan fungsi dan perannya sebagai salah satu support system yang dapat diandalkan oleh civitas academica Itenas.
Salah satu program prioritas yang diusulkan adalah Training for Trainers untuk layanan psychological first aid. Program ini ditujukan kepada dosen wali, tenaga kependidikan, dan mahasiswa, dengan harapan agar mereka dapat memberikan dukungan psikologis yang tepat kepada mahasiswa baru. Selain itu, screening kesehatan mental melalui tes individual profiling juga akan dilakukan untuk seluruh mahasiswa baru angkatan 2025. Ini bertujuan untuk mendeteksi dini potensi masalah mental dan fisik yang mungkin dihadapi.
Diskusi juga menyoroti alur rujukan bagi mahasiswa yang menghadapi masalah. Biasanya, mahasiswa akan menghubungi himpunan mahasiswa, yang kemudian berkoordinasi dengan Wakil Dekan Akademik dan Wakil Rektor Akademik. Selanjutnya, mahasiswa dapat dirujuk ke Unit Pelayanan Teknis (UPT) Teknologi Informasi untuk melibatkan orang tua, dan jika diperlukan, akan diarahkan untuk konsultasi lebih lanjut ke psikolog atau psikiater eksternal.
Dalam upaya mendukung keberhasilan belajar mahasiswa, beberapa usulan kegiatan prioritas hasil FGD akan diusulkan untuk dapat diwujudkan oleh ULD Itenas pada program kerja 2025 yaitu: Menyelenggarakan Pelatihan untuk Dosen Wali: Dosen diharapkan mampu memahami dan mendampingi mahasiswa dengan lebih baik; Menyelenggarakan Seminar Berkala: Mengedukasi mahasiswa agar berani berbicara tentang kondisi mereka sehingga memiliki resilience dan self-acceptance; Merekrut Mahasiswa Relawan (Student Volunteer) untuk memberikan dukungan yang positif dari mahasiswa untuk mahasiswa yang memiliki kebutuhan khusus dan juga penyandang disabilitas, juga bertujuan membangun empati antar individu dalam mewujudkan kampus inklusif; Menyediakan Sistem Informasi Curahan Hati (Sicurhat): Platform bagi mahasiswa untuk berbagi masalah secara anonim dengan psikolog, yang didukung dengan teknologi artificial intelligence; dan Digitisasi Buku yang akan dikelola oleh unit Perpustakaan Itenas bagi mahasiswa berkebutuhan khusus dan penyandang disabilitas yang membutuhkannya.
Beberapa saran menarik muncul dari peserta FGD yaitu program PKBN interaktif yang membantu mahasiswa memahami kepribadian mereka menggunakan metode kuisioner. Usulan agar topik kesehatan mental dimasukkan ke dalam mata kuliah terkait dengan beberapa isu Sustainable Development Goals (SDGs) nomor 4 (Quality Education), 10 (Reduced Inequalities), dan 16 (Peace, Justice, and Strong Institutions) juga disarankan menjadi kelanjutan dari perkuliahan umum PKBN dalam bentuk mata kuliah wajib kurikum berbasis proyek. Dari pihak Motekar selalu narasumber mendorong agar kesehatan mental dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan tinggi, dan menekankan bahwa sosialisasi mengenai keberadaan ULD dan fungsinya merupakan aspek krusial. Berdasarkan observasinya, 29% mahasiswa Itenas memilih untuk tidak berbagi masalah, dan hanya 1% yang berbicara kepada dosen wali. Oleh karena itu, hubungan yang dekat antara dosen wali dan mahasiswa sangat penting untuk meningkatkan keterbukaan.
Dalam diskusi ini, aksesibilitas bagi mahasiswa penyandang disabilitas menjadi sorotan utama. Mengenai standar screening kesehatan mental perlu dicermati, apakah akan dilakukan setahun sekali, saat masuk, atau di tengah semester. Semua peserta sepakat bahwa akomodasi yang memadai dan fasilitas yang mendukung sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang inklusif. Di akhir FGD, disepakati membuat slogan: “ULD ITENAS: SETARA, SELARAS!” sesuai dengan fungsi dan peran ULD Itenas yang menyediakan dukungan dan layanan untuk mahasiswa berkebutuhan khusus dan penyandang disabilitas untuk mendukung haknya untuk memperoleh pendidikan, yang diselaraskan dengan kebutuhan dan kemampuan mereka dan juga membantu mereka untuk dapat memperoleh kesempatan berkarir dan mencapai kemandirian di masa depannya.
FGD ini mencerminkan komitmen Itenas untuk membangun Unit Layanan Disabilitas yang kuat dan responsif. Dengan berbagai program inovatif dan kolaborasi antar unit, diharapkan ULD Itenas 2025 dapat memberikan dukungan optimal bagi mahasiswa. Keseluruhan masukan dan saran yang diperoleh akan menjadi landasan dalam menyusun program kerja yang lebih baik, memastikan bahwa semua mahasiswa, terlepas dari kondisi fisik atau mental mereka, memiliki kesempatan untuk berkembang di lingkungan yang mendukung.